Minggu, 10 Desember 2017

PARENTING ALA DUNIA TERBALIK





            Pernah melihat tayangan sinetron dunia terbalik? Bagi penggemar sinetron ini, (semoga) masih ingat dengan adegan ketika Ustad Kemed menanyakan kenapa Mang Ocat berani-beraninya selingkuh dengan Yati. Jawaban Mang Ocat, sungguh di luar dugaan ! Bukan karena Yati lebih cantik dari istri Mang Ocat, dan juga bukan karena keinginan untuk poligami. Tapi lebih karena Mang Ocat merasa kurang diperhatikan oleh Ustad Kemed. Ya, hanya karena sebuah perhatian yang makin berkurang! Mang Ocat merasa bahwa Ustad Kemet jarang sekali menanyakan keberadaan Mang Ocat yang jarang ke masjid untuk salat jama’ah maupun menjadi muadzin. Karena hal demikianlah maka dalam diri Mang Ocat timbul rasa tidak berharga dan tidak dibutuhkan oleh warga Ciraos. Sehingga memicu tindakan yang tidak patut di contoh hanya untuk mendapat perhatian kembali dari Ustad Kemed dan warga Ciraos.
            Lalu, apa hubungannya dengan parenting yang membahas dunia anak beserta problem dan solusinya? Nah, pada saat Mang Ocat memaparkan alasannya tersebut, secara tidak sadar kita akan mencap tindakan Mang Ocat itu kekanak-kanakan! Tidak pantas dilakukan oleh orang yang sudah menyandang atribut “bapak”
            Ya, disinilah letak parenting itu berada. Pastinya kita sering sekali menemui anak-anak yang berbuat “aneh” atau mungkin melanggar norma hanya untuk mendapatkan atensi, perhatian dari orang di sekitarnya. Contohnya, ketika sibling rivalry, kecemburuan kakak terhadap bayi yang baru lahir. Kemudian, ada pula adegan tangis ketika bermain antara kakak dan adik. Semua hal tersebut muncul adakalanya dipicu untuk mencari perhatian orang tua. Anak-anak merasa tidak diperhatikan orang tua yang sibuk bekerja, ataupun main HP.
            Lalu apa yang dilakukan orang tua ketika menghadapi hal demikian ? Kembali ke “Dunia Terbalik”, Ustad Kemed mengambil langkah merangkul kembali mang Ocat dengan mengajaknya kembali ke masjid tapi dengan perjanjian tidak mengulangi lagi perbuatannya tersebut. Ternyata ini efektif juga daripada hanya menghukum yang belum tentu ada efek jeranya.
            So, langkah awal kita sebagai orang tua yaitu mengubah persepsi bahwa memberikan perhatian kepada anak bukan sekedar memenuhi kebutuhan dan keinginan anak. Masih banyak cara sederhana sebagai symbol perhatian kepada anak. Seperti, say hello dan menanyakan kabar anak, meluangkan waktu untuk ngobrol dengan anak. Ini merupakan cara merangkul anak agar mendekat kembali kepada kita. Luangkan waktu walaupun hanya beberapa menit untuk membersamainya, mengetahui isi hatinya dengan cara sharing, ngobrol dari hati ke hati. Ketahui apa yang melatarbelakangi anak kita melakukan hal-hal yang “mencari perhatian”.
            Selanjutnya, untuk meminimalisir perbuatan negative karena ingin “caper” terhadap orangtuanya bisa dengan beraktifitas bersama anak. Dalam arti membuat aktifitas bersama seperti memasak, berkebun, jalan-jalan ataupun melakukan hobi yang disukai anak. Ketika anak sudah kembali ke kita, mulai buat kesepakatan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan konsekuensinya apa ketika kesepakatan itu terlanggar. Lakukan hal tersebut dengan enjoy, tidak kaku seperti hukum tertulis. Gaungkan nilai-nilai positif yang kita harapkan ada pada anak dan selalu ingatkan anak. Semua memang butuh waktu agar anak memahami bahwa kita sangat memperhatikan dan mengharapkannya menjadi lebih berkarakter positif.
            Setelah semua dilakukan, saatnya kita menuai harapan dari keistiqomahan kita memperhatikan anak. Semangat!

0 komentar:

Posting Komentar