Anak saya J dan F adalah dua anak yang ramai bercerita
dan berkomunikasi serta aktif bergerak kesana kemari tapi, hanya ketika di rumah. Sedangkan di
sekolahnya, mereka terkenal dengan sifat pendiam dan pemalu. Ajaib kan ?
Jangankan di sekolah yang lingkupnya
agak jauh dari rumah, di lingkup sekitar rumahpun demikian. Di rumah saudara
ataupun Eyang (dari pihak Ayah) juga begitu. Anehnya, di rumah eyang (dari
pihak saya) lah kok merasa nyaman?
Awalnya, hal ini sungguh menjengkelkan bagi saya.
Bagaimana tidak menjengkelkan, ketika berada di luar rumah, lah kok pada
terdiam membisu, ditanya namanya siapa juga tidak menjawab. Dan juga selalu
mengikuti kemana saja saya bergerak. Contohnya, saya ke kamar, mereka ikut ke
kamar. Saya ke dapur, mereka ikut ke dapur. Sampai saya iseng berlama-lama di
kamar mandi, mereka menunggu sambil terkadang mengetuk pintu. Mungkin ikatan kami
begitu kuat karena ASI, atau bisa juga karena kami tinggal hanya berempat sejak
mereka lahir sampai sekarang sehingga suasana ramai keluarga tidak mereka
alami.
Sampai pada satu waktu akhirnya ada kejadian yang
membuka mata dan hati serta pikiran saya. Apa itu ? Kira-kira tahun 2013an,
saat itu kami baru mempunyai dua anak, dan usia pernikahan sekitar lima tahun.
Saat itu libur lebaran dimana biasanya
momen bertemu saudara, sahabat lama yang tak pernah bertatap muka.
Momen itu merupakan momen dimana secara tak sengaja
bertemu dengan teman di masa kecil, yang
berlanjut rencana membuat reuni dengan teman dekat di masa kecil. Akhirnya
terwujudlah reuni itu. Begitu bertemu teman di masa kecil saya dan melihat
masing-masing anak kami, tiba-tiba serasa melihat kami di masa kecil. Wajah,
tingkah anak-anak kami ternyata hampir mirip dengan kelakuan kami jaman dulu.
Bila ada yang berbeda tingkahnya dengan kita, bisa jadi itu merupakan karakter
masa kecil pasangan kita. Ternyata, komentar teman-temanku ya mengiyakan bahwa
anak-anak saya sama seperti saya waktu kecil. Akhirnya, memang benar sekali
buah jatuh tak jauh dari pohon.
Berawal dari reuni tersebut, mulailah saya dan suami
kasak kusuk menginvestigasi orang tua dan mertua untuk bercerita bagaimana sih
saya dan suami ketika kecil dan bagaimana pula cara menangani karakter-karakter
kami di masa kecil yang “luar biasa”. Dengan polesan cerita yang luar biasa
dramatis, melankolis, ada cerita lucunya juga, akhirnya terkuaklah “aib-aib”
kami. Ada rasa malu ketika kelakuan kami terkuak, kadang terbersit rasa bangga
ketika melihat prestasi kami di masa kecil diapresiasi oleh orang tua. Dan juga tak lepas tawa
terpingkal-pingkal mendengar kekonyolan kelakuan kami di masa kecil.
Mengapa saya mesti bersusah payah “menginvestigasi”
orang tua dan mertua saya? Karena merekalah yang sudah menjadi “pohon” dan
“buah” nya sudah terbukti menjadi seperti sekarang ini. Maka sangatlah layak
mereka menjadi narasumber parenting yang perlu digali infonya.
Sekarang, sebagai guru saya selalu mengajak orang tua
murid untuk selalu memaknai secara mendalam arti buah jatuh tak jauh dari
pohonnya. Tak perlu merasa tersindir bahwa kelakuan anak adalah cerminan sikap
orang tua. Ada makna bahwa kita harus bersyukur dengan segala tingkah laku anak
kita walaupun masih banyak kekurangan anak kita. Tugas kita sebagai orang tua
untuk meluruskan. Dan juga tak perlu berkeluh kesah bahwa anak kita susah
sekali diatur, semua sudah ada takarannya agar kita bisa mengatasinya. Dan
solusi dari permasalahan parenting di keluarga kita adalah cerita – cerita
nostalgia bersama orang tua sewaktu mengasuh kita. Merekalah pohon yang sudah
teruji dengan segala kelakuan buahnya.
Adalah suatu keniscayaan bahwa memang buah jatuh pasti
di dekat pohon. Sebagai pohon, eh sebagai orang tua tentu kita tak ingin kan
buah yang tumbuh menjadi busuk kemudian jatuh dan tak ada yang memungut ?
tentunya kita tak inginkan anak-anak kita tumbuh dan berkembang tidak sesuai
dengan harapan kemudian tidak membawa manfaat bagi agama, bangsa dan Negara?
Mari terus jaga hubungan baik dengan sang Pencipta dan orang tua kita, in sya
Alloh keteladanan mereka sebagai “pohon” akan menjadikan kita sebagai “pohon”
dengan “buah” yang sesuai harapan dan berkembang sangat baik. Aamiin.
Nur
Fitri Agustin, S. Pd (Guru di TKIT IBNU ABBAS, Talun, Kab. Cirebon dan juga lulusan
2017 PGPAUD UMC)
BUAH
JATUH TAK JAUH DARI POHON
Anak saya J dan F adalah dua anak yang ramai bercerita
dan berkomunikasi serta aktif bergerak kesana kemari tapi, hanya ketika di rumah. Sedangkan di
sekolahnya, mereka terkenal dengan sifat pendiam dan pemalu. Ajaib kan ?
Jangankan di sekolah yang lingkupnya
agak jauh dari rumah, di lingkup sekitar rumahpun demikian. Di rumah saudara
ataupun Eyang (dari pihak Ayah) juga begitu. Anehnya, di rumah eyang (dari
pihak saya) lah kok merasa nyaman?
Awalnya, hal ini sungguh menjengkelkan bagi saya.
Bagaimana tidak menjengkelkan, ketika berada di luar rumah, lah kok pada
terdiam membisu, ditanya namanya siapa juga tidak menjawab. Dan juga selalu
mengikuti kemana saja saya bergerak. Contohnya, saya ke kamar, mereka ikut ke
kamar. Saya ke dapur, mereka ikut ke dapur. Sampai saya iseng berlama-lama di
kamar mandi, mereka menunggu sambil terkadang mengetuk pintu. Mungkin ikatan kami
begitu kuat karena ASI, atau bisa juga karena kami tinggal hanya berempat sejak
mereka lahir sampai sekarang sehingga suasana ramai keluarga tidak mereka
alami.
Sampai pada satu waktu akhirnya ada kejadian yang
membuka mata dan hati serta pikiran saya. Apa itu ? Kira-kira tahun 2013an,
saat itu kami baru mempunyai dua anak, dan usia pernikahan sekitar lima tahun.
Saat itu libur lebaran dimana biasanya
momen bertemu saudara, sahabat lama yang tak pernah bertatap muka.
Momen itu merupakan momen dimana secara tak sengaja
bertemu dengan teman di masa kecil, yang
berlanjut rencana membuat reuni dengan teman dekat di masa kecil. Akhirnya
terwujudlah reuni itu. Begitu bertemu teman di masa kecil saya dan melihat
masing-masing anak kami, tiba-tiba serasa melihat kami di masa kecil. Wajah,
tingkah anak-anak kami ternyata hampir mirip dengan kelakuan kami jaman dulu.
Bila ada yang berbeda tingkahnya dengan kita, bisa jadi itu merupakan karakter
masa kecil pasangan kita. Ternyata, komentar teman-temanku ya mengiyakan bahwa
anak-anak saya sama seperti saya waktu kecil. Akhirnya, memang benar sekali
buah jatuh tak jauh dari pohon.
Berawal dari reuni tersebut, mulailah saya dan suami
kasak kusuk menginvestigasi orang tua dan mertua untuk bercerita bagaimana sih
saya dan suami ketika kecil dan bagaimana pula cara menangani karakter-karakter
kami di masa kecil yang “luar biasa”. Dengan polesan cerita yang luar biasa
dramatis, melankolis, ada cerita lucunya juga, akhirnya terkuaklah “aib-aib”
kami. Ada rasa malu ketika kelakuan kami terkuak, kadang terbersit rasa bangga
ketika melihat prestasi kami di masa kecil diapresiasi oleh orang tua. Dan juga tak lepas tawa
terpingkal-pingkal mendengar kekonyolan kelakuan kami di masa kecil.
Mengapa saya mesti bersusah payah “menginvestigasi”
orang tua dan mertua saya? Karena merekalah yang sudah menjadi “pohon” dan
“buah” nya sudah terbukti menjadi seperti sekarang ini. Maka sangatlah layak
mereka menjadi narasumber parenting yang perlu digali infonya.
Sekarang, sebagai guru saya selalu mengajak orang tua
murid untuk selalu memaknai secara mendalam arti buah jatuh tak jauh dari
pohonnya. Tak perlu merasa tersindir bahwa kelakuan anak adalah cerminan sikap
orang tua. Ada makna bahwa kita harus bersyukur dengan segala tingkah laku anak
kita walaupun masih banyak kekurangan anak kita. Tugas kita sebagai orang tua
untuk meluruskan. Dan juga tak perlu berkeluh kesah bahwa anak kita susah
sekali diatur, semua sudah ada takarannya agar kita bisa mengatasinya. Dan
solusi dari permasalahan parenting di keluarga kita adalah cerita – cerita
nostalgia bersama orang tua sewaktu mengasuh kita. Merekalah pohon yang sudah
teruji dengan segala kelakuan buahnya.
Adalah suatu keniscayaan bahwa memang buah jatuh pasti
di dekat pohon. Sebagai pohon, eh sebagai orang tua tentu kita tak ingin kan
buah yang tumbuh menjadi busuk kemudian jatuh dan tak ada yang memungut ?
tentunya kita tak inginkan anak-anak kita tumbuh dan berkembang tidak sesuai
dengan harapan kemudian tidak membawa manfaat bagi agama, bangsa dan Negara?
Mari terus jaga hubungan baik dengan sang Pencipta dan orang tua kita, in sya
Alloh keteladanan mereka sebagai “pohon” akan menjadikan kita sebagai “pohon”
dengan “buah” yang sesuai harapan dan berkembang sangat baik. Aamiin.
Nur
Fitri Agustin, S. Pd (Guru di TKIT IBNU ABBAS, Talun, Kab. Cirebon dan juga lulusan
2017 PGPAUD UMC)