This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 10 Desember 2017

MENGENALKAN AIR KEPADA ANAK USIA DINI





            “Ibu, aku ga mau mandi. Aku takut hidungku kemasukan air seperti waktu berenang!”
Hal seperti ini mungkin sering kita dengar dari anak usia dini (AUD). Ucapan-ucapan berupa penolakan terhadap air, merupakan salah satu efek dari kurang maksimalnya kita sebagai orang yang lebih tua untuk mengenalkan air kepada AUD.
Padahal air  merupakan hal pokok bagi  manusia. Komponen terbanyak dari tubuh kita adalah air. Bahkan ketika masih janin, kandungan air dalam tubuh mendekati 100 persen, kemudian setelah lahir kandungan air dalam tubuh mulai berkurang menjadi 80 persen, kemudian ketika dewasa menjadi 70 persen, dan ketika sudah lanjut usia bisa menjadi 50 persen. Hal lainnya, bahwa dalam  tiap sendi kehidupan manusia membutuhkan air seperti mandi, memasak, menyiram  tanaman,gosok gigi, mencuci. 
            Terkait dengan anak usia dini (AUD), pengenalan air sangat penting agar nantinya AUD bisa menjaga kelestarian air. AUD dengan keingintahuannya dan sebagai peserta yang aktif dalam mencari pengalamannya sendiri, maka ketika AUD melihat air  ia akan mencoba sendiri mengindentifikasi terdiri dari apa, bagaimana cara kerjanya sampai ia menemukan sendiri tanpa diajari,. Dengan mengamati air  ini AUD dapat diajak memahami apa itu air, sifatnya bagaimana dan manfaat serta bahaya air. Dan juga bisa diajak berdiskusi secara sederhana bagaimana agar air tetap terjaga kebersihannya, agar tidak terjadi bahaya banjir, dll.
Adapun terkait teknik mengenalkan air kepada AUD, bisa dengan cara berikut ini:
1.      Percobaan sains sederhana
Seperti misalnya, membuat sirup/teh dari yang tadinya air putih matang menjadi manis dan berubah warna ketika dicampur gula dan sirup/teh.
Akan berbeda pula rasanya bila dicampur dengan garam sehingga AUD akan mengenal sifat air.
2.      Bercerita
Hal yang paling menyenangkan bagi AUD adalah cerita dengan alat peraga, bisa berupa boneka jari atau wayang. Dengan penuturan yang menarik, kita bisa menjabarkan tentang banyak hal seperti manfaat air, jenis air, bagaimana cara agar  hemat air, sehingga anak tidak jenuh.
3.      Pemutaran video
Melalui video, anak dengan gaya belajar audio visual akan terfasilitasi untuk melihat proses terjadi hujan, sumber-sumber air, dan tentang kesehatan tubuh dengan menjaga kebersihan air, materi-materi lain.
4.      Bernyanyi
Melaui teknik bernyanyi, kita bisa menambah nilai seni bagi AUD. Seperti dengan menyanyikan lagu tik-tik bunyi hujan, dengan nada nada di tiap bait syairnya, anak akan belajar memahami tinggi rendahnya nada selain belajar tentang hujan.

5.      Bermain
Teknik bermain ini sangat disukai anak sekaligus tidak membebani anak dalam menerima materi pembelajaran seperti simulasi bahaya banjir, simulasi menjaga kebersihan diri dan ligkungan
 Anak bisa bergerak aktif, anak bisa mengambil kesimpulan sendiri setelah permainan terkait air.
. Lakukanlah kegiatan bermain air dengan memperhatikan modalitas belajar anak seperti audio, visual, kinestetik dan tanpa paksaan. Biarkan kegiatan itu berlangsung dengan menyenangkan sehingga minat anak akan bertumbuh dan akan senang melakukan hal-hal baru tanpa terbebani. Sehingga ke depannya, kelestarian air akan lenih terjaga dengan pengetahuan AUD akan air.

AGAR ANAK MAU MEMBERI DAN MEMINTA MAAF





            Saat pulang sekolah, kali ini anak-anak TK dihebohkan dengan tas N yang hilang. Padahal baru beberapa detik tas tersebut disimpan dekat pintu kelas, eh ternyata sudah raib. Dan ini merupakan kejadian pertama kalinya ada siswa yang kehilangan tas. Sebagai guru, saya dan rekan kerja tentunya bertanggung jawab atas situasi ini karena masih berada di lingkungan sekolah. Kami berpikir ini hanyalah sebuah candaan anak terhadap temannya dengan cara menyembunyikan tas. Akhirnya, kami pun mengurai kasus ini dengan mencari tas ke segala penjuru dan upaya terakhir mendekati dan menanyai anak yang biasanya mempunyai candaan tingkat tinggi. Apa yang terjadi ketika kami menanyai anak tersebut? Dengan polosnya, anak tersebut berkata “Saya yang membuang tas N ke tong sampah!”, jawabnya dengan lantang.
Jawaban yang polos, lugas dan tanpa indikasi perasaan bersalah ya. Namun, begitulah dunia anak. Sungguh selalu mengejutkan dan membuat kita terkaget-kaget dengan tingkahnya. Bagaimanapun, membincang tentang anak tentu tak lepas dengan karakter mereka yang penuh semangat mengelaborasi dan mengeksplorasi segala hal di sekeliling. Hal ini sering mengakibatkan terjadinya “benturan” kepentingan antar anak ketika bermain sehingga muncul adu tangis, rebutan bahkan sampai ada adegan pukul memukul. Adapula keisengan anak yang muncul dengan maksud bercanda dengan temannya tapi candaan tersebut malah berakibat buruk.
Apapun dan bagaimanapun karakter anak, apabila dibiarkan maka akan menjadi sebuah pembiasaan yang lama kelamaan akan menjadi karakter. Ya kalau pembiasaan tersebut baik, maka tak menjadi masalah. Namun, apabila pembiasaan itu dalam hal buruk semisal keisengan yang berakibat buruk bagi yang lain, maka hal ini harus di cut.  Jangan biarkan mengakar pada diri anak ! Senantiasa tanamkan pada diri anak agar mau memberi dan meminta maaf atas perbuatannya dan upayakan agar tidak mengulanginya. Bagaimana caranya? Yuk kita ulik bersama!
Ayah Bunda, satu hal yang utama adalah menjaga komunikasi yang baik dengan anak. Upayakan  pula agar anak leluasa bercerita tentang apa saja, baik itu tentang kebaikan atau keburukan yang mereka lakukan ke teman ataupun yang mereka dapat dari teman. Jika kenyamanan bercerita ini sudah terwujud, maka akan mudah bagi kita memasukkan pesan moral agar berbuat baik.
Tak lupa, gaungkan terus menerus kisah-kisah tentang kemuliaan member dan meminta maaf. Bisa dari kisah nabi, kisah dari biografi seseorang. Kisah-kisah  ini bisa disampaikan pada anak melalui dongeng, membaca bersama, membaca nyaring (read aloud), video, dan lainnya.
Selanjutnya, ketika anak bercerita tentang hal buruk yang menimpanya, semisal mendapat pukulan dari temannya, maka ajak anak untuk introspeksi apakah dia dulu yang melakukan hal tidak baik? Sehingga memicu reaksi dari temannya. Kemudian berikan solusi ketika mendapat perlakuan tidak baik yaitu  jangan diam saja, minimal laporkan kejadian tersebut kepada guru atau orang tua/dewasa di sekitarnya. Ini sebagai efek jera bagi si pelaku agar mengetahui perbuatannya salah dan tidak mengulanginya. Dan goal paling utama yaitu memasukkan pesan moral pada anak untuk memberi maaf karena ini merupakan tuntunan dalam agama dan norma di masyarakat untuk memaafkan sesamanya.
Namun apabila  justru anak kita yang melakukan hal buruk terhadap temannya, maka balikkan hal tersebut apabila menimpa dirinya.  Misal, seperti kisah N diatas. Maka anak yang membuang tas tersebut bisa kita ajak bicara bahwa sungguh tidak enak ketika tas kita dbuang teman. Ajak anak berdialog, melalui proses saintifik pula. Sehingga anak akan memahami sebab akibat atas perbuatannya juga akan memberikan pembelajaran pada anak untuk memahami perbuatan baik dan buruk. Anjurkan agar anak mau meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Apabila dia mengulangi lagi, maka akan mendapat konsekuensi atas pengulangan tersebut.
Lalu bagaimana dengan kisah N di atas? Kisah N akhirnya menjadi sebuah anekdot di kelas yang pada akhirnya mengerucut pada pembentukan karakter anak agar mau memberi dan meminta maaf kepada temannya serta tidak mengulanginya. Tentu saja pada dasarnya komunikasi yang baik antara orang dewasa di sekitar anak yang membuat kita mudah memasukkan pesan moral agar anak mau memberi dan meminta maaf serta tidak mengulanginya lagi. Yuk mari mulai menumbuhkan komunikasi yang baik dan efektif mulai dari sekarang!
Salam edukasi ramah anak!

PARENTING ALA DUNIA TERBALIK





            Pernah melihat tayangan sinetron dunia terbalik? Bagi penggemar sinetron ini, (semoga) masih ingat dengan adegan ketika Ustad Kemed menanyakan kenapa Mang Ocat berani-beraninya selingkuh dengan Yati. Jawaban Mang Ocat, sungguh di luar dugaan ! Bukan karena Yati lebih cantik dari istri Mang Ocat, dan juga bukan karena keinginan untuk poligami. Tapi lebih karena Mang Ocat merasa kurang diperhatikan oleh Ustad Kemed. Ya, hanya karena sebuah perhatian yang makin berkurang! Mang Ocat merasa bahwa Ustad Kemet jarang sekali menanyakan keberadaan Mang Ocat yang jarang ke masjid untuk salat jama’ah maupun menjadi muadzin. Karena hal demikianlah maka dalam diri Mang Ocat timbul rasa tidak berharga dan tidak dibutuhkan oleh warga Ciraos. Sehingga memicu tindakan yang tidak patut di contoh hanya untuk mendapat perhatian kembali dari Ustad Kemed dan warga Ciraos.
            Lalu, apa hubungannya dengan parenting yang membahas dunia anak beserta problem dan solusinya? Nah, pada saat Mang Ocat memaparkan alasannya tersebut, secara tidak sadar kita akan mencap tindakan Mang Ocat itu kekanak-kanakan! Tidak pantas dilakukan oleh orang yang sudah menyandang atribut “bapak”
            Ya, disinilah letak parenting itu berada. Pastinya kita sering sekali menemui anak-anak yang berbuat “aneh” atau mungkin melanggar norma hanya untuk mendapatkan atensi, perhatian dari orang di sekitarnya. Contohnya, ketika sibling rivalry, kecemburuan kakak terhadap bayi yang baru lahir. Kemudian, ada pula adegan tangis ketika bermain antara kakak dan adik. Semua hal tersebut muncul adakalanya dipicu untuk mencari perhatian orang tua. Anak-anak merasa tidak diperhatikan orang tua yang sibuk bekerja, ataupun main HP.
            Lalu apa yang dilakukan orang tua ketika menghadapi hal demikian ? Kembali ke “Dunia Terbalik”, Ustad Kemed mengambil langkah merangkul kembali mang Ocat dengan mengajaknya kembali ke masjid tapi dengan perjanjian tidak mengulangi lagi perbuatannya tersebut. Ternyata ini efektif juga daripada hanya menghukum yang belum tentu ada efek jeranya.
            So, langkah awal kita sebagai orang tua yaitu mengubah persepsi bahwa memberikan perhatian kepada anak bukan sekedar memenuhi kebutuhan dan keinginan anak. Masih banyak cara sederhana sebagai symbol perhatian kepada anak. Seperti, say hello dan menanyakan kabar anak, meluangkan waktu untuk ngobrol dengan anak. Ini merupakan cara merangkul anak agar mendekat kembali kepada kita. Luangkan waktu walaupun hanya beberapa menit untuk membersamainya, mengetahui isi hatinya dengan cara sharing, ngobrol dari hati ke hati. Ketahui apa yang melatarbelakangi anak kita melakukan hal-hal yang “mencari perhatian”.
            Selanjutnya, untuk meminimalisir perbuatan negative karena ingin “caper” terhadap orangtuanya bisa dengan beraktifitas bersama anak. Dalam arti membuat aktifitas bersama seperti memasak, berkebun, jalan-jalan ataupun melakukan hobi yang disukai anak. Ketika anak sudah kembali ke kita, mulai buat kesepakatan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan konsekuensinya apa ketika kesepakatan itu terlanggar. Lakukan hal tersebut dengan enjoy, tidak kaku seperti hukum tertulis. Gaungkan nilai-nilai positif yang kita harapkan ada pada anak dan selalu ingatkan anak. Semua memang butuh waktu agar anak memahami bahwa kita sangat memperhatikan dan mengharapkannya menjadi lebih berkarakter positif.
            Setelah semua dilakukan, saatnya kita menuai harapan dari keistiqomahan kita memperhatikan anak. Semangat!