Jumat, 13 Oktober 2017

BUAH JATUH TAK JAUH DARI POHON






Anak saya J dan F adalah dua anak yang ramai bercerita dan berkomunikasi serta aktif bergerak kesana kemari  tapi, hanya ketika di rumah. Sedangkan di sekolahnya, mereka terkenal dengan sifat pendiam dan pemalu. Ajaib kan ? Jangankan di sekolah yang  lingkupnya agak jauh dari rumah, di lingkup sekitar rumahpun demikian. Di rumah saudara ataupun Eyang (dari pihak Ayah) juga begitu. Anehnya, di rumah eyang (dari pihak saya)  lah kok merasa nyaman?
Awalnya, hal ini sungguh menjengkelkan bagi saya. Bagaimana tidak menjengkelkan, ketika berada di luar rumah, lah kok pada terdiam membisu, ditanya namanya siapa juga tidak menjawab. Dan juga selalu mengikuti kemana saja saya bergerak. Contohnya, saya ke kamar, mereka ikut ke kamar. Saya ke dapur, mereka ikut ke dapur. Sampai saya iseng berlama-lama di kamar mandi, mereka menunggu sambil terkadang mengetuk pintu. Mungkin ikatan kami begitu kuat karena ASI, atau bisa juga karena kami tinggal hanya berempat sejak mereka lahir sampai sekarang sehingga suasana ramai keluarga tidak mereka alami.
Sampai pada satu waktu akhirnya ada kejadian yang membuka mata dan hati serta pikiran saya. Apa itu ? Kira-kira tahun 2013an, saat itu kami baru mempunyai dua anak, dan usia pernikahan sekitar lima tahun. Saat itu libur lebaran dimana biasanya  momen bertemu saudara, sahabat lama yang tak pernah bertatap muka.
Momen itu merupakan momen dimana secara tak sengaja bertemu dengan teman di masa kecil,  yang berlanjut rencana membuat reuni dengan teman dekat di masa kecil. Akhirnya terwujudlah reuni itu. Begitu bertemu teman di masa kecil saya dan melihat masing-masing anak kami, tiba-tiba serasa melihat kami di masa kecil. Wajah, tingkah anak-anak kami ternyata hampir mirip dengan kelakuan kami jaman dulu. Bila ada yang berbeda tingkahnya dengan kita, bisa jadi itu merupakan karakter masa kecil pasangan kita. Ternyata, komentar teman-temanku ya mengiyakan bahwa anak-anak saya sama seperti saya waktu kecil. Akhirnya, memang benar sekali buah jatuh tak jauh dari pohon.
Berawal dari reuni tersebut, mulailah saya dan suami kasak kusuk menginvestigasi orang tua dan mertua untuk bercerita bagaimana sih saya dan suami ketika kecil dan bagaimana pula cara menangani karakter-karakter kami di masa kecil yang “luar biasa”. Dengan polesan cerita yang luar biasa dramatis, melankolis, ada cerita lucunya juga, akhirnya terkuaklah “aib-aib” kami. Ada rasa malu ketika kelakuan kami terkuak, kadang terbersit rasa bangga ketika melihat prestasi kami di masa kecil diapresiasi oleh  orang tua. Dan juga tak lepas tawa terpingkal-pingkal mendengar kekonyolan kelakuan kami di masa kecil.
Mengapa saya mesti bersusah payah “menginvestigasi” orang tua dan mertua saya? Karena merekalah yang sudah menjadi “pohon” dan “buah” nya sudah terbukti menjadi seperti sekarang ini. Maka sangatlah layak mereka menjadi narasumber parenting yang perlu digali infonya.
Sekarang, sebagai guru saya selalu mengajak orang tua murid untuk selalu memaknai secara mendalam arti buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tak perlu merasa tersindir bahwa kelakuan anak adalah cerminan sikap orang tua. Ada makna bahwa kita harus bersyukur dengan segala tingkah laku anak kita walaupun masih banyak kekurangan anak kita. Tugas kita sebagai orang tua untuk meluruskan. Dan juga tak perlu berkeluh kesah bahwa anak kita susah sekali diatur, semua sudah ada takarannya agar kita bisa mengatasinya. Dan solusi dari permasalahan parenting di keluarga kita adalah cerita – cerita nostalgia bersama orang tua sewaktu mengasuh kita. Merekalah pohon yang sudah teruji dengan segala kelakuan buahnya.
Adalah suatu keniscayaan bahwa memang buah jatuh pasti di dekat pohon. Sebagai pohon, eh sebagai orang tua tentu kita tak ingin kan buah yang tumbuh menjadi busuk kemudian jatuh dan tak ada yang memungut ? tentunya kita tak inginkan anak-anak kita tumbuh dan berkembang tidak sesuai dengan harapan kemudian tidak membawa manfaat bagi agama, bangsa dan Negara? Mari terus jaga hubungan baik dengan sang Pencipta dan orang tua kita, in sya Alloh keteladanan mereka sebagai “pohon” akan menjadikan kita sebagai “pohon” dengan “buah” yang sesuai harapan dan berkembang sangat baik.  Aamiin.
 Nur Fitri Agustin, S. Pd (Guru di TKIT IBNU ABBAS, Talun, Kab. Cirebon dan juga lulusan 2017 PGPAUD UMC)


BUAH JATUH TAK JAUH DARI POHON


Anak saya J dan F adalah dua anak yang ramai bercerita dan berkomunikasi serta aktif bergerak kesana kemari  tapi, hanya ketika di rumah. Sedangkan di sekolahnya, mereka terkenal dengan sifat pendiam dan pemalu. Ajaib kan ? Jangankan di sekolah yang  lingkupnya agak jauh dari rumah, di lingkup sekitar rumahpun demikian. Di rumah saudara ataupun Eyang (dari pihak Ayah) juga begitu. Anehnya, di rumah eyang (dari pihak saya)  lah kok merasa nyaman?
Awalnya, hal ini sungguh menjengkelkan bagi saya. Bagaimana tidak menjengkelkan, ketika berada di luar rumah, lah kok pada terdiam membisu, ditanya namanya siapa juga tidak menjawab. Dan juga selalu mengikuti kemana saja saya bergerak. Contohnya, saya ke kamar, mereka ikut ke kamar. Saya ke dapur, mereka ikut ke dapur. Sampai saya iseng berlama-lama di kamar mandi, mereka menunggu sambil terkadang mengetuk pintu. Mungkin ikatan kami begitu kuat karena ASI, atau bisa juga karena kami tinggal hanya berempat sejak mereka lahir sampai sekarang sehingga suasana ramai keluarga tidak mereka alami.
Sampai pada satu waktu akhirnya ada kejadian yang membuka mata dan hati serta pikiran saya. Apa itu ? Kira-kira tahun 2013an, saat itu kami baru mempunyai dua anak, dan usia pernikahan sekitar lima tahun. Saat itu libur lebaran dimana biasanya  momen bertemu saudara, sahabat lama yang tak pernah bertatap muka.
Momen itu merupakan momen dimana secara tak sengaja bertemu dengan teman di masa kecil,  yang berlanjut rencana membuat reuni dengan teman dekat di masa kecil. Akhirnya terwujudlah reuni itu. Begitu bertemu teman di masa kecil saya dan melihat masing-masing anak kami, tiba-tiba serasa melihat kami di masa kecil. Wajah, tingkah anak-anak kami ternyata hampir mirip dengan kelakuan kami jaman dulu. Bila ada yang berbeda tingkahnya dengan kita, bisa jadi itu merupakan karakter masa kecil pasangan kita. Ternyata, komentar teman-temanku ya mengiyakan bahwa anak-anak saya sama seperti saya waktu kecil. Akhirnya, memang benar sekali buah jatuh tak jauh dari pohon.
Berawal dari reuni tersebut, mulailah saya dan suami kasak kusuk menginvestigasi orang tua dan mertua untuk bercerita bagaimana sih saya dan suami ketika kecil dan bagaimana pula cara menangani karakter-karakter kami di masa kecil yang “luar biasa”. Dengan polesan cerita yang luar biasa dramatis, melankolis, ada cerita lucunya juga, akhirnya terkuaklah “aib-aib” kami. Ada rasa malu ketika kelakuan kami terkuak, kadang terbersit rasa bangga ketika melihat prestasi kami di masa kecil diapresiasi oleh  orang tua. Dan juga tak lepas tawa terpingkal-pingkal mendengar kekonyolan kelakuan kami di masa kecil.
Mengapa saya mesti bersusah payah “menginvestigasi” orang tua dan mertua saya? Karena merekalah yang sudah menjadi “pohon” dan “buah” nya sudah terbukti menjadi seperti sekarang ini. Maka sangatlah layak mereka menjadi narasumber parenting yang perlu digali infonya.
Sekarang, sebagai guru saya selalu mengajak orang tua murid untuk selalu memaknai secara mendalam arti buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tak perlu merasa tersindir bahwa kelakuan anak adalah cerminan sikap orang tua. Ada makna bahwa kita harus bersyukur dengan segala tingkah laku anak kita walaupun masih banyak kekurangan anak kita. Tugas kita sebagai orang tua untuk meluruskan. Dan juga tak perlu berkeluh kesah bahwa anak kita susah sekali diatur, semua sudah ada takarannya agar kita bisa mengatasinya. Dan solusi dari permasalahan parenting di keluarga kita adalah cerita – cerita nostalgia bersama orang tua sewaktu mengasuh kita. Merekalah pohon yang sudah teruji dengan segala kelakuan buahnya.
Adalah suatu keniscayaan bahwa memang buah jatuh pasti di dekat pohon. Sebagai pohon, eh sebagai orang tua tentu kita tak ingin kan buah yang tumbuh menjadi busuk kemudian jatuh dan tak ada yang memungut ? tentunya kita tak inginkan anak-anak kita tumbuh dan berkembang tidak sesuai dengan harapan kemudian tidak membawa manfaat bagi agama, bangsa dan Negara? Mari terus jaga hubungan baik dengan sang Pencipta dan orang tua kita, in sya Alloh keteladanan mereka sebagai “pohon” akan menjadikan kita sebagai “pohon” dengan “buah” yang sesuai harapan dan berkembang sangat baik.  Aamiin.
 Nur Fitri Agustin, S. Pd (Guru di TKIT IBNU ABBAS, Talun, Kab. Cirebon dan juga lulusan 2017 PGPAUD UMC)

0 komentar:

Posting Komentar