Sebut
saja J, 8 tahun, mempunyai adik F, 6 tahun. Layaknya kakak adik pada umumnya,
mereka berdua main bersama, saling bertukar mainan, bertukar posisi, lalu
ujung-ujungnya bertukar pukulan atau
cubitan karena rebutan mainan. Hal yang tak terduga inilah yang membuat orang
tua bersikap reaktif. Alih-alih berusaha menenangkan mereka, malah ternyata
justru orang tua yang harus ditenangkan dulu menghadapi hiruk pikuk anak karena sikap reaktif orang tua sendiri.
Sebenarnya, sudah jamak bagi orang tua mengalami kondisi bernama “Sibling
Rivalry”. Apalagi orang tua dengan jumlah anak lebih dari dua dengan jarak
usia anak yang berdekatan. Namanya juga sibling, kakak adik dalam satu
rumah dengan berbeda keinginan dan kemauan pastilah akan terjadi benturan satu
sama lain. Namanya juga anak-anak, terkadang hal yang diributkan hanya hal
sepele. Namun, jangan salah ya sibling rivalry ini juga bisa terjadi pada kakak
adik dewasa. Sebagai orang tua harus bijak menyikapi peristiwa ini agar tidak
ada yang tersakiti baik kakak maupun adik. Agar kakak tak selalu diminta untuk
mengalah. Namun, bagaimana caranya ?
Sebelumnya, perlu kita pahami bersama bahwa sibling
rivalry ini merupakan ekspresi atau ungkapan marah satu sama lain.
Seringkali ketika hal ini terjadi, kita sebagai orang tua selalu bersikap
meminta kakak untuk mengalah saja dengan alasan si adik lebih kecil, lemah dan
belum mengerti apa-apa. Hal ini akan membuat kakak merasa tidak diperhatikan,
tidak percaya diri, lambat laun akan menjadi pribadi lembek yang tidak bisa
mempertahankan pendapatnya. Hal ini jangan sampai terjadi ya. Diharapkan kita
bisa menjadi penengah bagi anak-anak. ketika adik yang melanggar aturan, maka
ada hukuman yang sesuai usianya. Begitupula jika kakak yang melanggar aturan.
Dalam sibling rivalry, anak saling mengungkapkan
emosi marah, mempertahankan pendapatnya/haknya. Hal tersebut merupakan hal baik
jika dilakukan tanpa kekerasan fisik. Artinya, coba kita tanamkan pada anak
ketika marah kita harus bisa tahan diri dan tidak memukul kakak/adik, misalnya.
Lalu, ingatkan anak bahwa bila sudah tidak tahan dalam mengungkapkan emosi, segera
beritahu mama/papa apa yang terjadi. Bila terlanjur sudah terjadi adegan
dramatis saling tukar pukulan dan cubitan atau hal lain yang bersifat
kekerasan, maka segera leraikan dan biarkan mereka menangis terlebih dahulu.
Karena nasehat apapun tidak akan di dengar disaat pertengkaran terjadi.
Setelah mereda, kemudian tanyakan apa yang
sebenarnya terjadi. Mulai masukkan nilai-nilai positif ketika mendengar masalah
yang sebenarnya terjadi. Bila masalahnya karena berebut mainan, maka anjurkan
untuk main bersama sehingga mainan tersebut akan menjadi milik bersama. Namun,
sebagai orang tua kita harus sabar dan tak bosan menyikapi ketika anak kembali
ber“sibling rivalry” padahal baru beberapa menit dinasehati. Nikmati
proses ini ya Ayah Bunda, karena inilah ladang amal jariyah kita. Semoga
bermanfaat!
0 komentar:
Posting Komentar