This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 22 Januari 2018

CONGKLAK : AMONG THE CHILDREN NOW





“Ah, aku harus membagi tabunganku sekarang ni! Tak apalah,berbagi  itu tidak akan mengurangi hartaku. Pasti nanti aku juga akan mendapatkan banyak simpanan lagi”
Begitulah, celetukan anak-anakku ketika bermain congklak. Lho kok congklak? Bukankah celetukan tadi menyiratkan tentang berbagi, tabungan, simpanan? Betul, tapi tak selamanya celetukan diatas diartikan dalam arti sesungguhnya.
Tak dipungkiri lagi, siapapun pasti menyenangi permainan terutama anak-anak. Permainan merupakan  hal yang mengitari dan melekat pada anak-anak kita. Sesuatu yang membuat imajinasi kita melayang dan berkembang. Permainan merupakan sesuatu yang membuat badan kita bergerak, tak hanya imajinasi yang melayang. Daya pikir dan daya ciptapun  ikut berkembang membersamai permainan. Tak hanya itu, proses sosialisasi, pembentukan karakter dan proses saintifikpun diikutsertakan terlibat dalam permainan. Itu idealnya sebuah permainan.
 Namun, sudah jadi rahasia umum bahwa anak-anak era tahun 2000an sudah terjangkit permainan : video games, playstation , tayangan televisi dan sejenisnya. Permainan ini minim aktifitas gerak, motorik kasar. Cenderung membuat anak betah berlama-lama di depan layar, tak beranjak dari tempat duduk. Matapun hanya focus pada layar sehingga menimbulkan efek derivative negative lainnya. Tak hanya itu, proses sosialisasi, pembentukan karakter dan proses saintifikpun terhambat.
Ketika layar kaca lebih menarik bagi anak-anak, apadaya orangtua harus segera bertindak sebelum anak-anak terlanjur menjauh dari apa yang seharusnya dikembangkan.
Terkait permainan congklak pada awal paragraph, yang mungkin kian menurun diminati, banyak hal bisa diambil manfaat dari permainan ini. Congklak merupakan permainan yang tidak terlalu menyita energy dan gerak. Artinya bahwa congklak hampir sama dengan Play station yang dimainkan berdua, tanpa banyak aktifitas fisik. Namun, bila kita cermati maka banyak nilai social dan emosional anak yang bisa dipelajari pada permainan ini.
Permainan congklak ini identik dengan mengumpulkan banyak biji congklak agar kita menang. Kadangkala dalam permainan congklak, kita sudah mengumpulkan banyak biji congklak pada satu lubang, tapi akhirnya ada momen kita harus membagi biji-biji congklak yang sudah kita kumpulkan. Disinilah perkembangan social emosional anak kita optimalkan.
Ajak anak untuk belajar ikhlas membagi hartanya berupa biji congklak, ajak anak untuk berbagi dari hasil simpanan biji congklaknya. Dan pahamkan kepada anak ketika kita berbagi, sebenarnya itu adalah simpanan untuk kebaikan kita sendiri, karena kita pun akan mendapat kiriman biji congklak dari teman main kita.
Tak perlu marah-marah ketika biji congklak kita bagi, kitapun harus memupuk kesabaran untuk mengumpulkan biji congklak kita lagi. Selama permainan congklak berlangsung, damping  anak-anak kita agar mengerti makna berbagi dan bersabar dalam mengumpulkan harta, berbagi itu tak akan mengurangi harta kita.
Selamat mendampingi buah hati tercinta dalam bermain!

Jumat, 12 Januari 2018

KETIKA PROFESI PETANI TIDAK (LAGI) MENJADI CITA-CITA ANAK



Sepagi ini, anak-anak TK sudah riuh berebut menyuarakan cita-citanya atau profesi yang diinginkan ketika besar nanti. “Aku ingin jadi pilot”, kemudian ada lagi yang ingin jadi guru, dokter, polisi, tentara, arsitek dan lainnya. Selalu, anak-anak begitu ramai dan antusias ketika membahas cita-cita. Sepertinya sudah naluriah manusia yang senang membayangkan ataupun merencanakan masa depan.
                                   Namun, sayang di sayang, kebanyakan profesi yang anak-anak lontarkan adalah pekerjaan yang memakai seragam dan bergaji bulanan. Jarang sekali anak-anak menyuarakan cita-cita mereka ingin menjadi pedagang atau bahasa kerennya wirausaha dan petani atau insinyur pertanian. Entah apa yang melandasi pemikiran anak-anak sehingga yang mereka ketahui adalah profesi berjenis memakai seragam dan bergaji bulanan. Jangan-jangan kita sebagai orang dewasa di sekitar mereka mempunyai andil besar terhadap pengetahuan profesi bagi anak-anak. Memang tidak salah jawaban mereka, tapi alangkah baiknya kita sebagai guru maupun orang tua/dewasa mengenalkan profesi-profesi lain yang lebih bervariatif. Selayaknya, mulai dari sekarang pengenalan profesi petani maupun profesi lainnya dilakukan melalui proses saintifik.
                                   Kali ini, saya akan menyoroti profesi petani. Biasanya anak-anak TK hanya mengenal petani itu membawa cangkul, memakai caping, menggarap lahan sawah.          Bila mengenalkan profesi petani melalui proses saintifik, dimulai dengan proses mengamati  apa saja yang dilakukan petani di sawah atau ladang. Proses mengamati ini bisa melalui media audio visual seperti menonton video, ataupun melalui buku, atau bila memungkinkan kita pergi ke sawah/ladang agar anak langsung menghirup udara persawahan, memegang tanah sawah, melihat langsung tanaman padi dan sosok petani.
                                   Tahap kedua setelah mengamati apa saja yang dilakukan petani, kemudian anak-anak dipersilakan untuk menanya tentang apa saja terkait petani, berapa lama menanam padi/kacang/papaya, apa saja alat-alat yang dipakainya, apa saja yang ditanamnya, dan lain-lain.
                                   Setelah itu, kita ajak anak-anak untuk menggali informasi terkait mengumpulkan informasi tentang petani. Misalnya, mana saja yang termasuk alat-alat yang dipakai oleh petani, tanaman apa saja yang dikelola petani, atau hal lainnya.
                                   Kemudian setelah proses mengumpulkan informasi, selanjutnya adalah tahap menalar. Kita ajak anak-anak berpikir atau menalar atau mengasosiasikan, misalnya petani yang mengelola tanaman padi, nantinya akan menjadi beras setelah melewati proses yang panjang. Pada akhirnya beras akan menjadi nasi sebagai makanan pokok masyarakat di Negara Indonesia. Disini bisa di eksplor lagi bahwa makanan pokok selain padi ada sagu, singkong dan lainnya. Setelah itu ajak anak berpikir bagaimana seandainya petani tidak ada di negara kita? Bagaimana kita akan mendapatkan beras sebagai makanan pokok kita? Jika membeli pada Negara lain, bisakah kita membelinya karena harga mahal? Ya, intinya ajak anak untuk mengasosiasikan tentang petani terhadap hal-hal di sekeliling anak-anak.
                                   Hal terakhir pada proses saintifik yaitu mengkomunikasikan apa yang telah diketahui tentang petani. Bisa dengan mengajak anak-anak TK melakukan presentasi  secara sederhana, seperti menceritakan gambar tentang petani. Menguraikan pebedaan petani dengan profesi lain, dapat pula mengkomunikasikan dalam bentuk hasil karya membuat diorama petani dan sawah.
                                   Ayah Bunda dan rekan guru, menarik bukan bila kita mengimplementasikan proses saintifik tak melulu pada kegiatan sains? Semua tema bisa diproses saintifikkan. Dan harapannya semoga anak-anak kita makin mencintai profesi petani dan menghargai pekerjaan petani. Sehingga akan tumbuh sikap mulai dari hal yang kecil yaitu selalu menghabiskan makan tanpa sisa. Nasi, singkong sagu akan selalu dihabiskan tanpa sisa sebagai bentuk penghargaan atas hasil jerih payah pak Tani. Selamat Hari Tani! Jaya terus Petani Indonesia!
Hasil gambar untuk gambar petani
https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjw9fLXi9LYAhXFtY8KHWHwDZAQjhwIBQ&url=https%3A%2F%2Fplay.google.com%2Fstore%2Fapps%2Fdetails%3Fid%3Dcom.eightvillages.petani.android%26hl%3Din&psig=AOvVaw0pe-heYhtr5mzzf_EaSf3e&ust=1515834829089474 

Minggu, 31 Desember 2017

MULTI LEVEL MOTIVASI



Maraknya pelatihan atau workshop  bertemakan “guru bercitarasa trainer/motivator” akhir-akhir ini, seakan menandakan bahwa guru di era sekarang  mulai menurun kualitasnya dalam memotivasi siswa. Namun, ini hanya sekedar prasangka pribadi saja sekaligus introspeksi diri apakah kita sudah menjadi guru bercita rasa trainer/motivator.
Pada dasarnya, motivasi itu ada dua macam. Motivasi intrinsic, yaitu dari dalam diri seseorang. Dan ada pula motivasi ekstrinsik yang muncul karena factor lingkungan sekitar. Dua-duanya sangat berperan penting dalam menggerakkan seseorang melakukan sesuatu. Terkadang tanpa motivasi intrinsik, seseorang hanya sekedar berkeinginan melakukan sesuatu tanpa ada action. Begitupun ketika tanpa adanya motivasi ekstrinsik.
Kaitannya dengan anak, karakter yang melekat seperti mudah sekali badmood, egosentris , namun punya rasa ingin tahu yang tinggi dan aktif bergerak akan membuat kita sebagai guru akan terus berdaya upaya untuk memotivasi mereka dikala badmood menyerang.
Menurut buku kurikulum dan strukur kurikulum 13, hal-hal yang menumbuhkan minat atau motivasi belajar anak adalah orang-orang yang ada disekitarnya menyenangkan. Guru yang ramah, memperlakukan semua anak secara adil, teman bermain yang saling menerima, serta komunikasi yang hangat, terbuka, santun, dan terjadi dalam dua arah. Kemudian, lingkungannya menyenangkan yaitu tersedia alat main yang memadai, bersih, tertata dengan tepat sesuai dengan pertumbuhan fisik anak, dan dapat digunakan oleh anak sesuai dengan pikirannya.
Luas tempat di dalam dan di luar cukup untuk anak dapat melakukan kegiatan dengan nyaman adalah pijakan lingkungan yang sangat mendukung kebebasan anak berkreasi. Proses pembelajaran yang mendukung kebebasan berpikir, tanpa tekanan, sedikit instruksi dan pembatasan dari guru. Guru memberi respons yang tepat saat anak bertanya, memberikan penguatan di saat anak menemukan sesuatu/berhasil melakukan sesuatu, memberikan bantuan saat anak memerlukan. Dan memberikan reward dan punishment yang tepat. Adapun terkait reward, tak melulu harus berupa sesuatu yang mahal namun bisa diganti dengan hal simple yang menarik anak.
Sebagai penutup, ada kisah tentang bagaimana anak akan termotivasi karena hal-hal sepele yang tidak akan pernah kita duga sebelumnya. Kisah tentang F, usia 5 tahun, tipikal anak  yang belum berkembang  dalam mengungkapkan pendapatnya, mamanya selalu menyebutnya pendiam. Beberapa hari ini F tidak masuk sekolah karena sakit. Ketika berkunjung ke rumahnya, saya disambut hangat oleh mamanya. Terlihat F dengan badan masih lemah, tergolek di tempat tidurnya.  “Bu, maaf F belum bisa berangkat. Tapi tiap hari mintanya berangkat terus. F bilang pengen dapet stiker bintang dari bu guru”, tutur mamanya.
Mamanya pun menunjukkan sederetan stiker yang diperoleh F dari sekolah. Oya, jangan bayangkan ya stiker ini berupa stiker dengan bahan berkualitas bagus. Stiker yang saya buat hanya berupa guntingan kertas lipat yang saya bentuk bintang dan di sisi belakangnya ditempel doubletip. Pemberian stiker inipun tidak tiap hari saya lakukan, hanya ketika awal masa orientasi sekolah, juga ketika menanamkan karakter apa yang harus mereka tumbuhkan seperti bersikap santun, jujur, disiplin, dan lain-lain. See, what a simple think tapi anak tertarik belajar.
Ada lagi kisah tentang N, usia jelang 6 tahun. Sangat suka bercerita, dan setiap harinya selalu punya cerita baru yang akan diceritakan pada gurunya. Gurunya begitu antusias mendengarkan cerita N, sehingga tiap pagi N selalu ceria begitu sampai di gerbang sekolah. Mendengarkan adalah simple reward for N!
Kisah lain tentang I, anak yang belum berkembang dalam memusatkan perhatian. Tiba-tiba mengajari teman-temannya salat ketika di kelas, dua hari sebelumnya memang ada pembelajaran salat tapi dia tidak mengikuti. Begitu melihat hal tersebut, gurupun langsung memberi pujian. Dan tiap kali ada kegiaan salat, I paling rajin dan mengajak teman-temannya untuk salat. Jadi, mari mulai dari sesuatu yang simple untuk mewujudkan multi level motivasi bagi anak. Bravo guru bercitarasa trainer dan motivator!
 gambar diambil dari newteknoes.com

Hasil gambar untuk gambar animasi guru mengajar